Harga CPO KPBN Inacom Hari ini Turun 1,26% di Mei 2025, Sementara Bursa Malaysia Menguat: Apa Penyebabnya?

Harga CPO KPBN Inacom Hari ini Turun 1,26% di Mei 2025, Sementara Bursa Malaysia Menguat: Apa Penyebabnya?

Pasar minyak sawit global menunjukkan dinamika yang menarik pada awal Mei 2025. Pada Jumat, 9 Mei 2025, harga minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Inacom mengalami penurunan sebesar 1,26%, atau sekitar Rp165 per kilogram, dari Rp13.100/kg menjadi Rp12.935/kg untuk penawaran tertinggi. Penurunan ini terjadi di tengah penguatan harga kontrak minyak sawit di Bursa Derivatif Malaysia, yang berhasil membalikkan kerugian awal sesi. Artikel ini mengulas pergerakan harga CPO, faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi, serta dampaknya bagi pelaku industri sawit di Indonesia.

Berdasarkan laporan resmi, harga CPO Franco Belawan dibuka pada level Rp13.150/kg, namun mengalami penarikan (withdrawn) dengan penawaran tertinggi hanya mencapai Rp12.935/kg. Situasi serupa terjadi pada CPO Franco Dumai, yang juga dibuka pada Rp13.150/kg, tetapi ditarik dengan penawaran tertinggi Rp12.910/kg. Penurunan ini menandakan adanya tekanan pasar domestik, meskipun secara global, harga minyak sawit menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Di Bursa Derivatif Malaysia, kontrak minyak sawit untuk pengiriman Juli 2025 dilaporkan menguat, didorong oleh optimisme investor terhadap permintaan global yang meningkat.

Apa yang menyebabkan perbedaan arah harga ini? Salah satu faktor utama adalah dinamika penawaran dan permintaan di pasar lokal Indonesia. Penurunan harga CPO di KPBN Inacom kemungkinan dipengaruhi oleh stok domestik yang cukup tinggi, ditambah dengan adanya ketidakpastian dalam negosiasi kontrak dengan pembeli utama. Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga memainkan peran penting, mengingat CPO diperdagangkan dalam mata uang global. Ketika rupiah melemah, harga CPO dalam rupiah cenderung tertekan untuk menjaga daya saing ekspor.

Di sisi lain, penguatan harga di Bursa Malaysia menunjukkan sinyal positif dari pasar internasional. Permintaan yang meningkat dari negara-negara importir besar, seperti India dan Tiongkok, menjadi pendorong utama. Selain itu, kenaikan harga minyak nabati lain, seperti minyak kedelai dan minyak canola, turut mendukung harga CPO, karena minyak sawit sering digunakan sebagai alternatif yang lebih ekonomis. Faktor musiman juga berperan, dengan prediksi penurunan produksi sawit di beberapa wilayah akibat cuaca yang tidak menentu, yang mendorong spekulasi kenaikan harga di pasar berjangka.

Bagi pelaku industri sawit di Indonesia, fluktuasi harga ini menuntut strategi yang cermat. Petani kelapa sawit skala kecil, yang bergantung pada harga tandan buah segar (TBS), mungkin menghadapi tantangan akibat penurunan harga CPO domestik. Sementara itu, perusahaan besar dengan orientasi ekspor dapat memanfaatkan penguatan harga global untuk meningkatkan pendapatan. Pemerintah Indonesia juga memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas pasar melalui kebijakan seperti penyesuaian bea ekspor dan dukungan bagi petani lokal untuk meningkatkan produktivitas.

Ke depan, pelaku industri perlu memantau sejumlah faktor kunci, termasuk kebijakan perdagangan global, perubahan iklim yang memengaruhi produksi, dan perkembangan teknologi pengolahan sawit yang dapat meningkatkan efisiensi. Dengan posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, stabilitas harga CPO akan terus menjadi indikator penting bagi perekonomian nasional. Meskipun harga domestik mengalami tekanan sementara, penguatan di pasar global memberikan harapan bagi pemulihan harga dalam jangka pendek.