Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) baru-baru ini mengambil langkah tegas dengan memanggil Tools for Humanity (TFH), pengembang aplikasi pengelola mata uang kripto Worldcoin, menyusul laporan aktivitas mencurigakan dalam layanan mereka. Pemanggilan ini menjadi sorotan publik setelah ditemukan potensi pelanggaran kepatuhan hukum dan penggunaan data pengguna yang kontroversial, khususnya melalui praktik pemindaian retina. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk melindungi masyarakat dari risiko teknologi digital yang belum sepenuhnya sesuai regulasi.
Pada Rabu, 7 Mei 2025, Kemkomdigi melakukan klarifikasi dengan perwakilan TFH, yang mengelola tiga entitas utama: WorldApp, Worldcoin, dan WorldID. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menyatakan bahwa pemeriksaan difokuskan pada alur bisnis, ekosistem produk, dan kepatuhan terhadap regulasi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Salah satu temuan awal yang mencolok adalah penggunaan badan hukum yang tidak sesuai, yaitu PT. Sandina Abadi Nusantara, untuk pendaftaran Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin. Hal ini memicu pembekuan sementara TDPSE Worldcoin dan WorldID sejak 4 Mei 2025 sebagai langkah preventif.
Worldcoin, yang berbasis di San Francisco dan Berlin, dikenal dengan pendekatan uniknya yang mengharuskan pengguna melakukan pemindaian iris mata untuk memverifikasi identitas manusia dan membedakannya dari bot AI. Proses ini memungkinkan pengguna memperoleh WorldID dan akses ke dompet digital di WorldApp, yang juga mendukung transaksi kripto. Namun, praktik ini menuai kritik karena menimbulkan kekhawatiran terkait privasi data. Kemkomdigi kini tengah mendalami metode pengumpulan data biometrik, peran mitra lokal, dan bagaimana data tersebut digunakan. Saat ini, TFH telah menghentikan aktivitas pemindaian retina di Indonesia, yang sebelumnya dioperasikan oleh enam mitra perusahaan.
Kontroversi Worldcoin tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara lain telah melarang praktik pemindaian biometrik ini karena dianggap berisiko tinggi terhadap keamanan data pribadi. Di Indonesia, laporan masyarakat menjadi pemicu utama penyelidikan, dengan banyak yang mempertanyakan imbalan finansial yang ditawarkan kepada pengguna yang bersedia memindai retina mereka. Kemkomdigi berjanji akan mengumumkan hasil evaluasi menyeluruh dalam waktu dekat, termasuk kemungkinan sanksi lebih lanjut jika ditemukan pelanggaran berat.
Langkah Kemkomdigi ini mencerminkan tantangan baru dalam mengatur teknologi blockchain dan kripto di era digital. Masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap layanan digital yang menawarkan imbalan finansial dengan syarat pengumpulan data sensitif. Sementara itu, pengembang teknologi diminta mematuhi regulasi lokal untuk memastikan operasional mereka tidak merugikan pengguna. Kasus Worldcoin menjadi pengingat bahwa inovasi harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan publik.