Aksi premanisme yang mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas) semakin meresahkan masyarakat dan dunia usaha di berbagai daerah di Indonesia. Tindakan seperti pungutan liar (pungli), intimidasi, penguasaan lahan, hingga bentrokan antarormas telah memicu keresahan, merusak ketertiban umum, dan menghambat iklim investasi. Menanggapi fenomena ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendesak pemerintah daerah untuk bertindak tegas terhadap ormas yang melanggar hukum. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa kepala daerah memiliki tanggung jawab untuk memastikan keamanan dan ketertiban dengan menindak ormas yang bertindak di luar kewenangannya. Pernyataan ini disampaikan dalam kunjungan kerjanya di Jawa Barat pada 5 Mei 2025.
Menurut Bima Arya, aksi premanisme berkedok ormas, seperti meminta Tunjangan Hari Raya (THR) secara paksa kepada pedagang, pengusaha, dan instansi pemerintah, tidak dapat ditoleransi. Ia mendorong masyarakat untuk tidak takut melaporkan kasus semacam ini kepada aparat penegak hukum. "Kami dorong kepala daerah dan aparat bertindak tegas terhadap pungutan liar. Warga yang dipalak silakan melapor," ujarnya. Langkah ini dianggap penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi dunia usaha, terutama menjelang periode Lebaran yang sering menjadi momen maraknya aksi pemalakan.
Fenomena ormas yang meresahkan bukanlah hal baru. Sejak beberapa tahun terakhir, berbagai laporan menunjukkan bahwa oknum ormas kerap terlibat dalam tindakan yang merugikan masyarakat. Misalnya, di Subang, Jawa Barat, pembangunan pabrik mobil listrik PT Build Your Dream (BYD) senilai Rp11,7 triliun dilaporkan terganggu oleh aksi premanisme dan pungli yang diduga dilakukan oleh oknum ormas. Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyampaikan keluhan ini setelah menerima aduan dari markas besar BYD di Shenzhen, China. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah harus memberikan jaminan keamanan kepada investor agar proses industrialisasi tidak terhambat. "Jaminan keamanan adalah hal mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia," katanya pada April 2025.
Koordinasi lintas instansi menjadi kunci dalam menangani masalah ini. Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani mengungkapkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan pemerintah daerah untuk menindak tegas ormas yang meresahkan investor. "Kami telah menerima laporan dari investor terkait aksi intimidasi oleh oknum ormas, dan ini langsung ditindaklanjuti melalui koordinasi dengan kepolisian hingga tingkat lokal," ujar Rosan pada 29 April 2025. Langkah ini diharapkan dapat memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi tindakan yang menghambat investasi.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menilai bahwa maraknya aksi premanisme oleh oknum ormas menunjukkan lemahnya profesionalisme aparat penegak hukum. Ia menekankan bahwa regulasi yang ada, seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, sudah cukup untuk menangani pelanggaran. UU tersebut mengatur bahwa ormas yang melanggar hukum dapat dikenakan sanksi mulai dari peringatan tertulis hingga pembubaran. "Jika ormas melakukan tindakan pidana, penegakan hukum harus ditingkatkan. Tidak ada alasan kekosongan hukum," tegas Azmi. Ia juga menyarankan agar aparat kepolisian menerapkan pasal-pasal dalam KUHP untuk mencegah kekerasan dan tindak pidana lainnya.
Bentrokan antarormas juga menjadi salah satu masalah serius. Sebagai contoh, bentrokan antara Forum Betawi Rempug (FBR) dan Pemuda Pancasila di Ciledug, Kabupaten Tangerang, pada 2021, diduga dipicu oleh perebutan penguasaan lahan. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang saat itu meminta Kemendagri untuk proaktif memanggil pengurus ormas yang terlibat dan memberikan sanksi tegas, seperti pencabutan izin atau pembekuan kegiatan. "Ormas seharusnya membantu pemerintah menjaga ketertiban umum, bukan justru meresahkan masyarakat," katanya. Polri juga memiliki peran untuk merekomendasikan pembubaran ormas yang berulang kali melanggar keamanan dan ketertiban masyarakat.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, memperingatkan bahwa pembiaran terhadap aksi ormas dapat mengancam iklim investasi secara keseluruhan. "Investor menjadi tidak nyaman. Jika kondisi ini dibiarkan, banyak pabrik bisa hengkang dari Indonesia, yang berujung pada PHK massal dan bertambahnya pengangguran," ujarnya pada April 2025. Pernyataan ini diperkuat oleh laporan Kementerian Investasi/BKPM yang menyebutkan bahwa gangguan ormas telah menyebabkan kerugian hingga ratusan triliun rupiah bagi dunia usaha.
Pemerintah daerah, sebagai pihak yang berhadapan langsung dengan masyarakat, memiliki peran strategis dalam menangani masalah ini. Namun, sering kali penindakan terhambat karena aduan masyarakat tidak ditanggapi serius, kecuali kasusnya menjadi viral di media sosial. Direktur Eksekutif Lemkapi, Edi Saputra Hasibuan, menegaskan bahwa polisi tidak boleh memberikan ruang bagi aksi premanisme. "Jangan sampai ada kesan polisi melakukan pembiaran," katanya. Ia juga mendorong Polda dan Polres untuk melakukan pembinaan terhadap ormas di wilayah masing-masing agar tidak menyimpang dari tujuan pendiriannya.
Masyarakat sipil juga mulai menyuarakan keresahan mereka. Di media sosial, warganet sering kali mengkritik lambannya penanganan terhadap ormas yang bertindak sewenang-wenang. Sebuah unggahan di platform X pada 2 Mei 2025 menyebutkan bahwa pemerintah telah menegaskan komitmennya untuk menindak ormas yang terlibat dalam tindak kekerasan demi menjaga ketentraman masyarakat. Namun, tanpa tindakan nyata di lapangan, pernyataan ini dianggap sekadar retorika oleh sebagian kalangan.
Untuk mengatasi masalah ini secara menyeluruh, pemerintah perlu memperkuat koordinasi antara pusat dan daerah, meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum, dan memastikan penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu. Ormas yang berperan positif harus didukung, tetapi yang meresahkan harus ditindak tegas sesuai hukum. Hanya dengan langkah konkret, pemerintah dapat memulihkan kepercayaan masyarakat dan investor, sekaligus menjaga stabilitas sosial dan ekonomi di Indonesia.